Future!

“What you plan today, you will harvest tomorrow.”

Sebuah pepatah yang tidak asing. Sudah sangat sering kita dengar. Ya secara teori memang begitu. Masa depan kita begantung pada apa yang kita lakukan di masa kini.

Saya sedang menata kehidupan masa kini saya. Dengan harapan, masa depan saya bisa tercipta dengan baik.
Tapi masa depan itu nampak sesuatu yang abstrak. Berbagai dimensi masuk di dalamnya; jodoh, pekerjaan, tempat tinggal, dll. Miliaran variabel terlibat di dalamnya.
Jika berpikir untuk mengontrol semua variabel yang ada, hmm, nampak mustahil.
Satu hal yang pasti, satu variabel yang berperan penting adalah: Ridha Allah SWT.
Kalau Allah Ridha, siapa yang bisa melawan kehendak-Nya?
Sooo, berdo’alah terus kepada Dia, dekatilah terus Dia, buat Dia Ridha kepadamu.

Bantu saya untuk selalu dalam bimbingan-Mu. Jaga saya agar selalu ada di dalam koridor yang Engkau Ridhai. Berikan yang terbaik..
Aamiin.

Hargai Masa Lalumu, Hormati Perasaan Orang Lain

Dalam hidup seringkali kita mengalami berbagai hal tak terduga yang membuat kita terpuruk, lalu tutup mata, berusaha melupakan dan menganggap hal itu tak pernah ada.
Pernah mengalaminya kah?
Saya pernah.
Jujur saja saya memang merasa lebih baik, sedikit, setelah saya melakukan itu. Melupakan semuanya seolah olah tak pernah ada. Tapi seringkali saya malah menyakiti orang lain yang terlibat dalam masa lalu saya, karena saya “membuangnya” membuatnya seolah tidak ada.
Baik kah hal seperti itu? Tentu tidak.
Dan karena saya melupakannya, tak kalah sering pula saya jadi melakukan kembali kesalahan yang sama. Basically, itu karena saya tidak belajar dari masa lalu yang sudah saya alami.
Sekali lagi, baik kah hal seperti itu? Dan sekali lagi, jawabannya adalah tidak.

Lalu saya belajar lagi. Mencoba berpikir lebih bijaksana lagi. Saya mencoba merubah pikiran saya. Menjadikan masa lalu sebagai integral part dari diri saya yang tidak bisa dipisahkan.
Pahit memang jika membayangkannya (untuk masa lalu yang buruk tentunya). Tapi dari situ saya belajar menerima.
Saya bersyukur.
Sepahit apa pun itu, bagaimana pun juga itu berperan besar dalam membentuk diri saya sekarang ini. Tanpa masa lalu itu, saya tidak akan menjadi seperti sekarang ini.
Terlepas dari kemungkinan bahwa saya sebenarnya bisa jauh lebih baik jika tidak mengalami hal itu, saya bersyukur atas diri saya sekarang.
Maka, big thanks untuk masa lalu yang telah membentuk saya. Termasuk orang-orang di dalamnya yang terlibat dan bersinggung perasaan dengan saya. Tanpa meraka, saya tidak akan menjadi Fadhal yang sekarang.

Saya akan selalu mengingat semuanya, saya akan selalu mengenang kalian.

Terimakasih 🙂

“Tidak ada yang bisa dilupakan sekalipun kita sudah tidak ingat. Karena boleh jadi, di sisi-sisi lain di dalam diri kita, kita tetap mengingatnya.

Jika memang sulit untuk memahaminya dari sisi yang tidak ingat, coba posisikan diri kita dari sisi yang sampai kapan pun tetap mengingatnya.

Dengan begitu kita akan mampu untuk menghormati setiap perasaan yang pernah bersinggungan dengan diri kita.”

Do’a dan Harapan di 21 November 1995

image

“Ananda Fadhal Muhammad Ahmad telah lahir.
Selamat datang anakku.
Semoga engkau lebih menyemarakkan kehidupan rumah tangga kami dengan kebahagiaan yg abadi. Amin.
Semoga engkau menjadi anak yg dapat memenuhi harapan sendiri, harapan klg, harapan agama, & harapan bangsa & negara.
Amin.
Selamat datang Fadhal, Selamat datang fajar kebahagiaan & kemenangan.”
– Ditulis di Bandung, 21 November 1995, oleh Mamah An An

Hallo. Selamat siang!
Seketika ingin membuat postingan ini ketika melihat sebuah kertas yang ditemukan saat beres-beres kamar Mamah. Sebuah tulisan yang dibuat pada tanggal 21 November 1995, hari di mana saya lahir ke dunia ini dari rahim seorang Mamah yang telah mengasihi saya, membimbing saya, mendidik saya hingga saat ini.
Sebuah tulisan yang singkat, tidak terlalu panjang, tapi memiliki makna yang dalam buatku.
Tulisan itu seakan mengingatkan saya tentang tujuan saya hidup di dunia ini. Sebuah tulisan berisi do’a dan harapan dari seorang Ibu untuk anak yang baru saja ia lahirkan ke dunia.
Tulisan itu memantik kembali semangat saya. Semangat untuk terus melakukan yang terbaik di hidup ini demi memenuhi harapan itu.
Lewat tulisan itu pula saya semakin yakin akan pernyataan bahwa kasih sayang orang tua itu tak terbatas, ga bakal pernah ada habisnya.
Entahlah. Memang itu hanya sebuah kertas. Tapi saya merasakan suatu hal yang bebeda saat saya memegang kertas tersebut. Kalian boleh bilang saya berlebihan, tapi memang itu yang saya rasakan.

Terimakasih banyak Mamah Papah.
Mohon terus do’anya supaya Adel bisa memenuhi harapan itu.
Maaf, Adel sering banyak salah dan masih suka mengecewakan. Punten..
Do’akan supaya Adel selalu ada di track yang benar dalam usaha mencapai itu.
InsyaAllah dengan do’a Mamah Papah, Adel bisa mewujudkan itu.
Aamiin.

Waham

Tulisan ini dibuat di suatu pagi (dini hari) di kota yang tidak biasa saya duduki.
Terimbas dari berbagai pikiran yang merasuki kepala yang cukup lelah karena harus menjalani sidang hingga larut malam (?)

Simple saja, di saat pikiran lelah, kemampuan mengolah informasi itu menjadi menurun. Suka atau pun tidak, faktanya itu lah yang terjadi. Atau kalau pun kamu bisa mempertahankan performa pikiranmu untuk tetap berada di level teratas, itu pasti akan menguras energimu lebih dari biasanya. Berlanjut pada stamina habis, dan berakhir di penurunan kemampuan mengolah informasi.

Saat kamu mengalami penurunan kemampuan mengolah otak, terjadilah pencampuran berbagai informasi yang ada. Opini bercampur dengan fakta, fiksi bercampur dengan realita. Semuanya membentuk satu hal di dalam diri, yaitu persepsi.

Persepsi yang dibentuk berdasarkan hal-hal yang tidak jelas akan membentuk suatu false belief, yang biasa kita sebut dengan waham. Meyakini suatu hal tanpa dasar yang jelas dan bukan merupakan suatu kenyataan.

Saya paham benar akan hal ini. Tapi ironisnya saya masih terus menerus terhantui dengan waham-waham ini.

Berbagai waham mewarnai pikiran saya.

Ini buruk.

Ini membuat saya bertingkah tidak sewajarnya.

Ini harus segera dihentikan.

“Find out the truth so you can eliminate the false belief.”