Tulisan ini saya buat di depan laptop sembari menikmati hari Minggu pagi. Berusaha produktif dengan menulis postingan ini, berharap bisa bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya :).
Ngescroll timeline di Line. Buka salah postingan official account (Goal ID misal), klik bagian comments. Maka kamu bakal menemukan puluhan, ratusan, bahkan (bisa jadi) ribuan orang berkicau beradu pendapat di situ.
Apa itu? Ya itu adalah satu contoh sederhana dari debat. Suatu aktivitas bertukar pendapat atas suatu isu yang ada.
KBBI:
debat/de·bat//débat/(n) Pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu haldengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing
.
Lantas bagus ga sih debat tuh? Buat saya pribadi debat tuh bagus kok, bagus banget malah. Asal di tempat dan dengan cara yang benar, hehehe.
Sedikit bercerita dulu tentang diri saya. Saya adalah seorang ENTJ yang bisa berubah menjadi INTJ tergantung siapa yang saya hadapi. Atau tepatnya, saya ini seorang ekstrovert yang bisa menutupi keterbukaannya dengan menjadi introvert. Ga jelas ya? Hahaha. Jadi, dalam praktisnya saya saat berinteraksi dengan orang lain akan suatu hal, saya akan melakukan assesment singkat terlebih dahulu. Apa yang saya nilai?
– Yang pertama, apa kah obrolan yang saya lakukan ini akan bermanfaat dan berguna untuk orang yang saya sedang berdiskusi ini?
– Yang kedua, apa kah obrolan ini bisa bermanfaat untuk orang lain di luar saya dan teman diskusi saya ini?
– Yang ketiga, jika poin pertama dan kedua jawabannya tidak, baru saya melihat yang ini. Bermanfaat kah untuk diri saya sendiri? Jika iya, seberapa besar kah manfaatnya? Lebih bermanfaatkah jika dibandingkan dengan saya melakukan hal yang lain? Jika jawabannya adalah tidak, tentu saya memilih untuk diam, tidak angkat bicara dan memilih lakukan hal yang lain.
Theorically seperti itu. Contoh kasus singkatnya seperti ini:
Saya, Fadhal (F), memiliki kesalahpahaman dengan A yang menyebabkan F dan A bertengkar. Lalu datang B yang bertanya kepada F, mengapa nampak merenggang dengan A . Maka hal yang akan F lakukan adalah, melihat apa kah cerita antara F dan A ini memberikan manfaat untuk B? Karena ditakutkan dengan cerita justru malah membuat B terbebani. Bisa jadi kan. Lalu F pun akan melihat lagi, dengan bercerita pada B, apakah dapat membuat hubungan A dan F membaik? Atau jangan-jangan ga ada gunanya dan malah bisa jadi membuat cerita antara A dan F menyebar lalu memperkeruh keadaan? Gawat kan kalo malah itu yang terjadi.
Setelah selesai proses assesment singkat itu, baru deh F memutuskan akan bercerita atau tidak.
Nah, dari cerita tentang diri saya, saya coba balik kembali ke debat. Debat pun begitu. Lihat dulu manfaatnya. Cek risk vs benefit. Kalo benefit lebih tinggi, oke. Kalo risk yang lebih tinggi, no. Terlebih lagi berdebat itu sangat memakan perasaan, energi, dan yang utama adalah waktu. Waktu bakal terbuang percuma kalo debatnya sia-sia. Waktu tuh ga bakal bisa kembali, gunakan untuk hal yang paling bermanfaat.
Liat bahasannya, kalo udah beres debat dan menang pendapat, output-nya apa ya? Kalo misal, debat untuk sekedar mempermasalahkan telur duluan atau ayam duluan ya apa gunannya. Memang kalo ternyata telur duluan baru ayam, kamu mau apa? Ada kah yang bisa kamu lakukan? Banyak deh hal yang lebih bermanfaat untuk dilakukan dibandingkan ngeributin hal semisal itu yang merupakan masalah penciptaan alias suatu rahasia Allah SWT.
Jika kita terus terusan terlibat debat dalam suatu hal yang ga berguna, berarti kamu salah. Sama salahnya bahkan lebih salah lagi dibandingkan dengan orang yang memulai perdebatan yang beranggapan bahwa menentukan telur duluan atau ayam duluan adalah hal terpenting di dunia.
Selain melihat isu yang dibahas, lihat juga dengan siapa kita akan berdiskusi membahas isu tersebut. Jangan lah kamu terbawa untuk berdebat mengenai fenomena mutasi pada suatu populasi dengan mempergunakan asas Hardy-Weinberg, sementara lawan bicaramu adalah seorang anak kecil berusia 6 tahun yang tertarik dengan mutant setelah baru saja menonton film Teenage Mutant Turtle Ninja (TMNT). Salah besar kamu. Hindari perdebatan dengan orang yang tidak menguasai isu yang diperdebatkan.
Seringkali kita terlibat dalam perdebatan karena terbawa emosi, gengsi. Terkuasai oleh perasaan ingin menjaga harga diri dalam mempertahankan pendapat.
Tapi coba hey, tahan emosinya, tahan gengsinya. Pake akal sehatnya. Bermanfaat kah?
Merupakan suatu kearifan jika kita berhasil melakukan kontrol diri dan menghindari rasa marah atas suatu kebodohan.
Diam bukan berarti kalah bukan? 🙂