Mencintai | Sebuah Tanggung Jawab

Bismillah.
Hallo!
Saya sudah bilang kan bahwa saya akan menuliskan beberapa tulisan secara sekaligus? Ya ini adalah salah satu tulisan yang masuk di dalam kelompok sekaligus itu.

Kalo kamu liat judulnya, mungkin kamu akan bertanya, ‘kenapa ya bahasannya hal-hal seperti ini terus?’.

Tolong dimaklumi ya. Maafkan saya, saya memang sedang menuliskan isi hati dan pikiran terkait hal ini.

Anggaplah ini saya yang sedang bermonolog bercerita di dalam hati..

___________________________________________________________

Mencintai. Jujur saja, saya tidak paham apa yang dimaksud dengan cinta, sesungguhnya. Saya tidak tau definisi yang tepat untuk itu apa. Yang saya yakini hanyalah, cinta itu adalah suatu perasaan yang dimiliki yang membuat kita ingin berbagi. Bukan hanya berbagi hal yang dimiliki, seperti materi, waktu, dan kehormatan, tapi juga bahkan hingga ingin berbagi diri, jika perlu. Maksudnya apa? Saat kamu mencintai, rasanya ingin sekali untuk bisa melakukan hal apa pun untuk dia yang dicintai. Kamu ingin memastikan segalanya berjalan dengan baik untuk dia dan kamu turut berperan membagi diri kamu untuk jalannya dia. Dan saya sempat berpikir bahwa ‘Aku cinta kamu’ adalah urusan pribadiku tentang aku kepadamu. Kamu bagaimana kepadaku, itu urusanmu. Sesederhana itu.

Jujur. Itulah pemahaman saya.

Tapi, seiring berjalannya waktu.. Semua berubah. Hmm, tidak berubah sih sebenarnya. Hanya ada beberapa standard yang bergeser dan bertambah. Cinta bukan lagi sekedar apa yang saya sebutkan di atas barusan. Lebih dari itu, cinta adalah tanggung jawab.
‘Aku cinta kamu’ bukan lagi sekedar aku kepadamu. Tapi dia adalah sebuah determinan yang menentukan bagaimana nanti sikap kamu kepadaku. Mereka semua saling terkait.

___________________________________________________________

Ini pemahaman saya,

Saat seorang laki-laki mulai menyukai seorang perempuan, itu biasanya diawali oleh ketertarikan. Ketertarikan yang bisa jadi bermula dari kekaguman terhadap perempuan yang disukainya itu. Entah itu kagum karena perempuan itu manis kah, baik hati kah, cantik kah, atau pun karena perempuan itu nampak berbeda dibandingkan dengan perempuan pada umumnya. Dari situ lah laki-laki itu mulai menyukai.

Pada tahap berikutnya setelah dia menyukai dia akan mendekati. Mencari tau lebih lanjut tentang sosok yang dikaguminya ini. Semakin mengenal, semakin pula lah laki-laki ini menyukai perempuan ini.

Dari menyukai, lalu timbul lah rasa nyaman. Sudah suatu hal yang pasti kan kamu akan merasa nyaman jika berada di dekat orang yang kamu suka?

Lalu, rasa suka itu semakin besar. Daan, seorang laki-laki pasti tidak mau perempuan yang disukainya itu merasakan sedih atau pun kecewa karena hal yang diinginkannya gagal terwujud. Soo, akhirnya laki-laki itu turut serta terjun ke dalam mimpi-mimpi dari perempuan yang disukainya itu, dan lalu berusaha untuk menjadi penyedia puzzle-puzzle pelengkap yang bisa membantu mewujudkan impian perempuan pujannya itu.
Hingga akhirnya impian perempuan itu tercapai lalu dia bahagia, maka anak laki-laki itu pun akan turut bahagia karena itu. Dan akan menjadi kebahagiaan yang berlipat-lipat ganda saat dia mampu menjadi kepingan puzzle yang melengkapi proses terwujudnya impian perempuan yang dia sukai itu.

Titik.
Ku pikir sudah sampai di situ. Ternyata tidak. Itu barusan hanyalah sebuah pemikiran dari satu sudut pandang seorang laki-laki yang menyukai.

Di sinilah saya mulai berpikir bahwa cinta adalah tanggung jawab. Ada banyak konsekuensi di balik itu.

Pernah kah terpikir olehmu saat kamu menyukai seseorang, bisa jadi dia pun menyukaimu?

Pernah kah terpikir olehmu, bahwa saat kamu sudah mulai memasuki kehidupannya, maka hidupmu pun menjadi bagian dari hidupnya?

Pernah kah kamu berpikir bahwa segala tindak tanduk yang kamu lakukan, itu selalu menjadi buah pikiran yang ia pikirkan?

Pernah kah kamu berpikir bahwa saat kamu berusaha menjadi kepingan puzzle yang dia butuhkan, dia pun sedang berusaha untuk itu untuk menjadi puzzle yang pas untukmu?

Pernah kah?

Entah, apa kah dulu saya pernah memikirkannya atau tidak. Karena pemikiran saya dulu begitu sangat satu sisi. Hanya memikirkan tentang aku padamu tanpa memikirkan dirinya kepadaku.
Yaa, yang jelas, ini lah saya yang saat ini (akhirnya) berpikir seperti itu.

Cinta bukan lagi sekedar main-main, aku suka si A  lalu mendekati si A dan berusaha mewujudkan apa yang A mau. Lalu setelah keinginan A tercapai, kamu pergi begitu saja karena sudah merasakan bahagia melihat A bahagia. Bukan.

Saat kamu memutuskan untuk mencintai seseorang, maka pikirkan pula apa yang akan orang itu pikirkan juga tentang kamu. Pikirkan dampak yang mungkin terjadi seandainya kamu datang ke kehidupannya. Pikirkan pula apa yang terjadi seandainya kamu menghilang dari hidupnya. Pikirkan secara pasti, ‘Bolehkah aku masuk ke kehidupannya?’.. Pikirkan, ‘Bisa kah aku masuk ke dalamnya lalu menetap untuk selamanya?’.

Pikirkan juga, bahwa sebagai laki-laki, kamu akan menjadi seorang Imam kelak. Pikirkan, itu adalah tanggung jawab kamu untuk membimbing perempuan yang kamu sukai ke arah kebaikan, bukan sebaliknya malah ke arah keburukan.
Pastikan, kamu harus mempunyai bekal yang cukup untuk bisa membimbing perempuan (dan juga keluarga) yang kamu miliki kelak.
Mencintai dia haruslah menumbuhkan rasa tanggung jawab di dalam dirimu untuk bisa menjadi individu yang semakin baik setiap waktunya.
Mencintai dia harus lah menumbuhkan rasa tanggung jawab di dalam dirimu untuk menjaganya dengan sebaik-baiknya. Ingat, saat kamu mencintai seseorang, tanggung jawabmu bukan hanya kepada dia yang kamu cintai. Kamu pun bertanggung jawab terhadap keluarganya, terhadap orangtuanya. Tunjukan bahwa dirimu memang individu bertanggung jawab yang siap untuk mencintai dia.

Apa saya berpikir terlalu jauh? Tidak. Menurut saya tidak. Karena yang jauh itu harus sudah mulai disiapkan sejak sekarang di waktu yang dekat ini.

Menurutku, cinta di masa seperti ini bukan lagi cinta main-main yang pikirannya pendek sekedar dia senang, aku pun senang.
Lebih dari itu, ini adalah tanggung jawab. Di mana, kamu akan menghadapi berbagai kesenangan dan juga kesusahan. Tapi kamu tetap bertahan, menjaga tanggungjawab itu. Berusaha menjaga agar “kita” tidak lagi terpecah menjadi “dia” dan “aku”.

Jangan pernah masuk untuk kemudian pergi. Jangan. Itu hanya akan menciptakan luka..
Masuk lah saat kamu merasa yakin kamu bisa masuk, bertahan, dan menjaga tanggungjawab itu untuk selama-lamanya.

___________________________________________________________

‘Aku mencintaimu adalah aku kepadamu, kamu bagaimana kepadaku, itu terserahmu..’

‘Aku mencintaimu.. Boleh kah aku untuk berada di dekatmu dan menjadi partner hidupmu untuk selamanya?’

Bukan Pahala Tapi Ridha Allah Ta’ala

Di dalam agama apa pun setiap kebaikan yang dilakukan biasanya dijanjikan suatu ganjaran berupa balasan kebaikan baginya kelak. Dalam hal ini, karena agama saya Islam, setiap kebaikan dijanjikan ganjaran berupa pahala.
Pahala yang dijanjikan di akhirat itu bervariasi besarannya tergantung dari amalan yang dilakukan. Dan manusia pun langsung berlomba-lomba melakukan amalan baik selagi masih hidup di dunia, sesuai dengan perintah Allah Ta’ala.
Nah, tapi terkadang ada yang melakukan amalan ibadah itu karena ingin mendapatkan pahala. Yaa, ga salah sih. Karena emang bakal dapet pahala ngelakuin amalan tuh. Hanya saja, menurut saya kurang baik kalo tujuannya semata-mata ngejar pahala.
Yang lebih baik tuh kalo kita ngelakuin amalan baik tuh semata-mata karena kita pengen dapetin Ridha Allah SWT. Karena menurutku itu lah tujuan kita hidup di dunia ini: dapetin Ridha Allah SWT.
Berbuat baik pada sesama, melaksanakan ibadah, itu semua adalah sarana bagi kita untuk mencapai tujuan itu. Keridhaan Allah SWT yang hakiki.
Kalo kita masih beribadah karena pengen pahala, berarti kamu adalah seperti buruh yang bekerja pada tuannya karena dibayar. Beda dengan kalo kamu niatnya demi Ridha Allah SWT.
Niat berbuat baik karena mengharapkan keridhaan Allah SWT menunjukan suatu hubungan yang didasari oleh cinta. Cinta yang tulus tanpa mengharapkan balasan. Kayak kita waktu jatuh cinta pada manusia, hal yang kita lakukan tuh semata-mata buat bikin dia seneng sama kita kan, bukan buat supaya dia ngasih sesuatu balik ke kita, ya kan? Ya begitu lah seharusnya hubungan kita dengan Allah SWT.
Saya pun masih sering salah. Saya sering berbuat baik bukan karena mengharapkan Ridha Allah SWT. Seringkali saya berbuat baik cuma karena pengen orang yang saya bantu itu terbantu dengan kehadiran saya. Jadi masih harus dilurusin nih niatnya.
Yuk, sama sama kita luruskan niat kita.
Mari terus berkarya selagi masih sempat di dunia ini, semata-mata untuk Allah Ta’ala 🙂

Mamah Terbaik #1

Mamah terbaik. Sebenarnya penggunaan kata terbaik (superlative) di sini kurang tepat sih, karena saya hanya punya satu Mamah, dan penggunaan superlative itu untuk menunjukan superioritas suatu hal terhadap hal lainnya yang sejenis.
Tapi maaf, bukan itu poinnya. Yang saya maksudkan terbaik di sini adalah, seandainya saya bisa memilih di antara seluruh ibu yang ada di dunia, maka saya akan tetap memilih Mamah. Karena buatku Mamah adalah yang nomor satu. She is the one and the only best mother in the world.
Postingan ini dibuat beberapa saat setelah saya (lagi-lagi) pulang malam dari kampus dan (lagi-lagi) Mamah dengan setia terus stand by menanti kehadiran anaknya pulang ke rumah.
Selama saya belum tiba di rumah, Mamah pasti ga bakal tidur. Suatu tingkah laku yang merupakan manifestasi dari berbagai hal, yaitu rasa cemas, khawatir, was was, dan kasih sayang.
Entah udah berapa kali saya bilang pada Mamah untuk tidur duluan aja, karena saya bakal pulang banget. Saya pun memikirkan kesehatan Mamah, ga bagus kalo Mamah tidur larut terus cuma gara-gara nunggu saya yang belum pulang. Mamah usianya udah 55 tahun, udah seharusnya banyak istirahat. Tapi berkali-kali pula Mamah menegaskan, bahwa yang namanya Mamah mah ga bakal bisa tidur kalo belum ada kepastian anaknya pulang dengan selamat. Mamah selalu ingin memastikan keselamatan anaknya. Dan melihat anak pulang ke rumah dalam keadaan utuh tanpa suatu kekurangan apa pun adalah salah satu cara Mamah memastikannya.
Luar biasa bukan Mamahku?
Mamah memang pernah  bilang sama saya bahwa dia capek kalo harus terus capek nunggu gara gara saya pulang malem terus. Tapi saya keras kepala, hanya mengangguk kecil sambil berkata bahwa saya seperlunya, seberesnya urusan di kampus. Dan yaa hampir tiap hari saya pulang malem terus. Tapi Mamah ga pernah absen, Mamah selalu tetap stand by di rumah nungguin. Tanpa bosan …
Hmm. Cinta kasihmu memang tak terbalaskan. Dari satu hal aja saya bisa nulis panjang. Masih ada lebih banyak lagi hal yang membuat Mamah saya mendapatkan titel Mamah Terbaik Se-Dunia versi Fadhal Muhammad Ahmad. Tunggu part #2, #3, #4 dst 😀

Terima kasih banyak Mamah. Kasihmu tak kan pernah bisa kubalas, tapi ku kan selalu mencoba memberikan yang terbaik untuk dirimu.
Sehat dan penjang umur ya Mah :D.

Buah Pikiran di Tengah Malam

Semalam saya ga tidur semalaman. Cuma termenung di balik layar laptop sambil surfing semalaman. Mencari beberapa kata yang saya rindukan.
Dan hasilnya.. saya semakin rindu, hahaha.
Saya merindukan hubungan yang dulu udah pernah saya buang. Rasa salah menghantui. Bukan karena kehilangan hubungannya, itu semua memang harus berakhir, tapi karena saya membuangnya. Itu yang membuat saya sedih.
Dari situ saya berkesimpulan.

“Adalah hal yang wajar jika suatu hubungan berakhir. Tapi membuangnya dan seolah menganggapnya tidak ada, itu adalah kesalahan besar.”
-Fadhal Muhammad Ahmad-